Minggu, 23 Januari 2011

Bingkai Harmoni Imani

Kehidupan sejatinya bukanlah sebuah ironi. Karena kehidupan pada hakikat terdalamnya adalah sebuah harmoni. Di mana semua kebaikan dipadu-padankan menjadi sebuah kekuatan. Hingga utuh sempurnalah sebuah bangunan keimanan.

Keimanan itu meliputi berbagai aspek dalam kehidupan, salah satunya adalah kemampuan dalam menjalin sebuah hubungan. Sama halnya dalam upaya meningkatkan keimanan, maka usaha dalam menjalin sebuah hubungan acapkali rumit untuk diterapkan.

*****

Hari itu, di tengah panasnya kota Mekkah, dalam sudut ruang sebuah bangunan sederhana seorang lelaki tampak sedang berpikir sangat keras. Keringatnya bercucuran pertanda ia sulit untuk menemukan kepastian atas masalah yang tengah dihadapinya. Adalah Amirul Mukminin Umar bin Khathtab yang tengah gundah menerima kabar tentang seorang sahabat Sa’d bin Abi Waqqash, Gubernur kota Kufah, yang sering mendapat rapor merah dari penduduk setempat. Umar tahu dengan pasti seorang Sa’d tidak mungkin melakukan hal-hal yang dituduhkan oleh para penduduk. Bagaimanapun juga hal ini lebih kepada rasa ketidaksukaan para penduduk kota Kufah yang dulu ditaklukkan islam lewat tangan Sa’d bin Abi Waqqash.

Sa’d adalah seorang yang shalih, ahli ibadah, hatinya penuh dengan ketaqwaan kepada Allah, doanya begitu mustajabah. Ia juga seorang yang amanah dan tak pernah berdusta. Dia prajurit ulung. Sejarah tak akan pernah lupa akan sikap heroiknya takkala perang Badar. Ia adalah prajurit garda terdepan yang jadi orang pertama yang melepaskan panah untuk membela islam dan juga menjadi orang pertama yang terkena panah dalam membela agama Allah.
Umar tahu semua itu. Tapi Sa’d bukanlah orang yang bisa bersabar atas omelan rakyatnya. Dia juga bukan tipikal orang yang mudah mengalah sekedar untuk melunakkan hati masyarakat yang dipimpinnya.

Pernah seorang wanita bersengkata dalam hal tanah dengan Sa’d bin Abi Waqqash. Wanita itu memang berlaku curang dan khianat dalam jual-beli. Maka Sa’d mendoakannya. “Ya Rabbi,” lirihnya, “Jika ia benar maka ridhailah ia, berkahilah seluruh harta bendanya, dan ampunkanlah dosaku. Tapi jika memang ia berlaku curang, maka binasakanlah ia bersama harta bendanya.” Beberapa hari kemudian wanita itu terperosok ke dalam lubang di tanahnya sendiri dan kemudian ia dipatuk ular di dalam lubang. Dalam sekarat ia berteriak, “Celakalah aku! mendapat bala dari doa Sa’d bin Abi Waqqash!”

Di saat lain, dalam kisah yang diriwayatkan oleh 'Amir bin Sa'd, suatu ketika Sa'd melihat seorang laki-laki mencaci maki Ali, Thalhah dan Zubair. Melihat kejadian tersebut Sa'd berupaya mengingatkan laki-laki itu untuk menghentikan caciannya, tetapi tetap saja yang bersangkutan tidak mau berhenti mencaci. Maka Sa'd berkata: "Kalau begitu aku akan berdoa kepada Allah untukmu," Jawab Sa’d dengan penuh emosi.

 "Saya melihat engkau mulai mengancam saya, seolah-olah engkau seorang nabi". Lelaki itu mengacuhkan dengan enteng ancaman Sa’d. Maka Sa'd pun kemudian pergi meninggalkan yang bersangkutan, beliau mengambil air wudhu lalu shalat sunnah dua rakaat. Usai shalat, beliau mengulurkan kedua tangannnya sambil berdoa: “Ya Allah sesunguhnya Engkau Maha tahu bahwa laki-laki ini telah mencaci maki orang-orang shaleh yang Engkau ketahui keshalehannya, maka berilah dia pelajaran jika itu akan baik baginya dan berikanlah tanda bahwa dia sudah mendapat pelajaran dari-Mu".

Selesai beliau berdoa tidak berapa lama kemudian tiba-tiba keluar dari sebuah tempat seekor unta liar yang kelihatannya sedang mencari sesuatu, lalu ditabraknya laki-laki tersebut sampai dia jatuh di kaki unta itu dan si unta menginjak dirinya sampai akhirnya matilah laki-laki itu seketika!"

Allahu Akbar! Semua ini adalah keutamaan Sa’d bin Abi Waqqash. Ini memaparkan segala keutamaannya dengan doa-doa yang selalu diijabah. Seperti itulah yang memang pernah didoakan Nabi Shallallaahu Alaihi wa sallam “Ya Allah,” ucap Rasul dengan perlahan, “Tepatkanlah bidikan panah Sa'd dan kabulkanlah segala doanya."

Dan Sa’d bin Abi Waqqash orang bertaqwa itu benar-benar menjadi seorang yang selalu terijabah doanya.
Tapi bagi Umar bin Khathtab, ada sedikit kekurangan dari kelebihan Sa’d ini dalam menjalin hubungan baik dengan rakyatnya. Sa’d menjadi sangat peka. Ia mudah sekali tersinggung atas hal-hal pribadi dan tak mampu untuk lebih berlapang dada terhadap orang-orang yang menyelisihi dirinya. Telah banyak mereka yang bersalah merasakan bala dari doa Sa’d bin Abi Waqqash. Semua menjadi benar-benar runyam karena perpaduan masalah ini. Simbiosis antara rakyat yang rewel dan gubernur shalih yang tak sabar dalam mendengar. Runyam.

Beruntung, dalam kegundahan hebat yang tengah melanda Umar, Al-Mughirah bin syu’bah datang. Lantas ia berkata, “Wahai amirul Mukminin, seseorang yang bertaqwa namun lemah itu, ketaqwaannya menjadi miliknya sendiri, sedang kelemahannya menjadi aib bagimu”

Umar diam.

Al-Mughirah melanjutkan, “Adapun orang kuat yang bermaksiat, maksiatnya menjadi tanggungannya sendiri, dan kekuatannya menjadi kekuatan bagimu!”

Umar mengerti, ia kemudian tersenyum dan berkata, “Wahai Al-Mughirah, aku mengerti. Sekarang kau pergi ke Kufah dan gantikan Sa’d memimpin kota itu. Sungguh demi Allah, Sa’d adalah orang yang bertaqwa namun lemah, dan kaulah orang kuat itu.”

******

Kisah tentang Sa’d menyiratkan pelajaran, bahwa sahabat sekalipun juga memiliki sisi-sisi manusiawi yang tak bisa dihindari. Karena mereka bukanlah malaikat dan kemaksuman juga tak dijaminkan bagi mereka. Mereka adalah apa adanya mereka. Dan pujian tetap lahir dari kisah hidup mereka.

Hal lain yang kemudian bisa kita petik. Bahwa adakalanya pemimpin yang baik malah tak disukai. Dalam kehidupan pun begitu. Beberapa orang mungkin menyukai kita, namun beberapa lainnya justru malah membenci kehadiran kita. Bagaimanapun juga kita tak bisa memaksakan kebaikan. Semuanya kembali kepada Allah, dan yang perlu kita lakukan hanya berusaha untuk berjalan sesuai dengan garis kebaikan. Itu saja.

Perlakukanlah saudara kita dengan sebaik-baiknya. Janganlah memaksa  seorang Umar untuk bersikap layaknya seorang Ustman. Bagaimanapun jua, Umar adalah seorang lelaki yang tegas lagi tegar, kuat lagi bertanggungjawab, dan keras lagi lugas. Sedangkan Ustman adalah seorang lelaki yang hidup dalam keluarga Mu’awiyah yang kaya raya. Biasa berjalan dengan kelembutan dan kasih sayang, dan jiwanya adalah kedermawanan. Umar tak mungkin bisa berubah menjadi Ustman karena itu akan membunuh potensinya. Begitu juga sebaliknya. Nasehatilah saudara kita dengan cara yang paling baik. Dalam islam, nasihat yang paling baik adalah nasihat yang diminta.

*****

Aku menulis sebagai luapan emosi atas segala kekuranganku. Gores pena ini pun hadir menjadi nasehat atas diriku yang sering bias dalam menilai lagi merasa. Sebagai seorang mukmin aku laksana rembulan yang memiliki sisi gelap yang selalu ingin kusimpan dalam-dalam. Namun di lain sisi aku pun memiliki sedikit sisi terang yang ingin kubagi dengan kalian kawan seperjuangan.

Semoga dapat mengobati hati yang terluka, menjadi penawar bagi jiwa yang terkena bisa dosa. Terakhir izinkanlah syair indah seorang kawan menjadi penutup perjumpaan.

Jika kau merasa besar, periksa hatimu

Mungkin ia sedang bengkak

Jika kau merasa suci, periksa jiwamu

Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani

Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu

Mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan

Jika kau merasa wangi, periksa ikhlasmu

Mungkin itu asap dari amal shalihmu yang hangus terbakar

(Episode Hidup Si Pengukir Sejarah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar