Sabtu, 01 Januari 2011

Opiniku Tentang Timnasku

Gelora Bung Karno gegap gempita, ratusan ribu manusia serempak menyuarakan satu nama, INDONESIA. Sungguh ini merupakan momen yang sangat langka. Setelah menunggu sekian lama, baru sekarang Indonesia dirasa berjaya. Celoteh-celoteh kemenangan lantas disatupadukan, diurai menjadi sebuah asa yang tinggi menjulang, lalu diletakkan rendah tepat di dada para punggawa perjuangan. Aku yang melihat hanya bisa membayangkan, seandainya aku yang menjadi mereka, pasti lemas lututku menanggung semua beban.


Kalaulah coba ditilik kebelakang, sambil menelusupi waktu yang tinggal kenangan, maka akan ada banyak pelajaran. Bukan hanya tentang strategi menghadapi lawan di hari kemudian, tapi juga menyadari ada kebusukan yang selama ini mencoba menghambat kemenangan. Sinyal keberhasilan yang kemarin sempat dipertontonkan, coba digunakan para pejuang kemunafikan untuk menarik simpati khalayak kebanyakan. Menebar pesona lewat layar kaca sambil mengaku diri yang paling berjasa. Padahal, semua hanya bohong saja. Kalaupun ada jasa, tak lebih dari sekedar isapan jempol belaka. Jadi, sama saja.


Menghadapi fenomena semacam ini, kepada timnas aku mencoba menyampaikan sedikit opini. Sebuah suara dari seorang rakyat biasa yang mencoba untuk menitip asa lewat guratan cerita.


Wahai Firman Utina sang kapten kesebelasan, kuharap engkau di lapangan jangan pernah mau dijadikan kuda tunggangan. Ingatlah apa yang pernah coach Riedl siratkan, mereka para pejuang kemunafikan hanya akan menjadi pengganggu keberhasilan. Bermainlah dengan gembira, jangan pikirkan harga diri Garuda. Garuda baik-baik saja. Cukuplah kau bermain dengan gembira, itu saja sudah cukup untuk membuat para suporter ceria.


Selanjutnya untuk semua pemain terkecuali penjaga gawang. Tenanglah kawan. Aku tahu expose media sempat membuat kalian tertekan. Apalagi ditambah jilat kotor para pe-dasi yang mengaku ikut berkontribusi. Pasti berat. Namun, itu tidak boleh menjadi alasan untuk lupa akan hakekat perjuangan. Bahwa kalian bermain sebenarnya untuk membawa kegembiraan. Jadilah seperti anak kecil yang tak pernah peduli akan hiruk pikuk keramaian. Anak kecil yang menyamaratakan segala pujian dan celaan. Tak perlu terlalu kalian tanggapi semua suara yang datang. Cukuplah fokus pada satu tujuan. Bermain dengan penuh kegembiraan. Karena kegembiraan sudah berarti kemenangan.


Oh... Markus Horison pelindung terakhir jantung pertahanan. Janganlah takut jika bola berhasil masuk ke gawang. Karena itu merupakan sebuah anugerah yang menyimpan pelajaran. Jika kemudian suara sumbang datang, anggaplah ia suplemen yang akan semakin menguatkan. Sehingga bukan kebodohan yang akan kau tunjukkan, melainkan mental juara yang selalu para supporter nantikan.


Kemudian untuk coach Riedl yang saya banggakan. Maafkan jika negeri ini tak seperti yang kau bayangkan. Maaf jika menurutmu keteladanan para pejabat disini hanya menjadi hiasan semu. Maaf jika kebenaran disini hanya dianggap sebagai angin lalu. Maaf jika kami sebagai rakyat hanya bisa diam membisu. Mau bagaimana lagi, kami sudah tak tahu bagaimana harus berlaku. Tapi, bagaimana pun juga wahai coach Riedl yang terhormat, sungguh kedatanganmu membawa sedikit telaga nikmat. Belum pernah kulihat kuli bangunan mampu tersenyum layaknya presiden sebelum kau datang. Kalau boleh melebih-lebihkan, bagiku ini adalah keajaiban.


Dan terakhir untuk supporter rekan seperjuangan. Kekalahan itu memang menyakitkan. Apalagi harus kalah dari negeri Jiran yang menjadi musuh bebuyutan. Luar biasa pasti gejolaknya. Duka boleh saja kemudian datang menemani. Tapi jangan pernah jadikan dia kawan untuk berbagi, cukup jadikan sebagai momen refleksi. Sebab piala AFF bukan satu-satunya tanda kemenangan. Masih ada banyak kemenangan lain yang perlu untuk kita banggakan. Kebersamaan, kekompakan, rasa keindonesian, persatuan, dan keceriaan bukankah itu juga tanda dari sebuah kemenangan, bahkan lebih, itu adalah gerak awal dari sebuah kebangkitan.


Tadi malam ukiran sejarah tercipta, nasionalisme telah membumbung tinggi mengoyak angkasa. Indonesia akan berjaya. Sebab Garuda mulai terbang menatap dunia.

Jayalah Garudaku...
29 Desember 2010, Dalam keheningan malam

(Episode Hidup Si Pengukir Sejarah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar